playlist quu :)


MusicPlaylistView Profile
Create a playlist at MixPod.com

Senin, 02 April 2012

Kasus IFRS

 
Indonesia memutuskan untuk berkiblat pada Standar Pelaporan Keuangan Internasional atau IFRS.

Batas waktu yang ditetapkan bagi seluruh entitas bisnis dan pemerintah untuk menggunakan IFRS adalah 1 Januari 2012.

     ”Semua persiapan ke arah sana harus diselesaikan karena ini akan dimulai pada 1 Januari 2012. Coba dilihat dampak pada biayanya karena pengalihan standar akan menyebabkan timbulnya ongkos tambahan,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu (5/5), saat menjadi pembicara kunci dalam seminar ”IFRS, Penerapan dan Aspek Perpajakannya”.
Menurut Sri Mulyani, konvergensi akuntansi Indonesia ke IFRS perlu didukung agar Indonesia mendapatkan pengakuan maksimal dari komunitas internasional yang sudah lama menganut standar ini.

      ”Kalau standar itu dibutuhkan dan akan meningkatkan posisi Indonesia sebagai negara yang bisa dipercaya di dunia dengan tata kelola dan pertanggungjawaban kepada rakyat dengan lebih baik dan konsisten, tentu itu perlu dilakukan,” ujarnya.
Selain IFRS, kutub standar akuntansi yang berlaku di dunia saat ini adalah United States General Accepted Accounting Principles (US GAAP).

      Negara-negara yang tergabung di Uni Eropa, termasuk Inggris, menggunakan International Accounting Standard (IAS) dan International Accounting Standard Board (IASB).

      Setelah berkiblat ke Belanda, belakangan Indonesia menggunakan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Mula-mula PSAK IAI berkiblat ke Amerika Serikat dan nanti mulai tahun 2012 beralih ke IFRS.

Tujuh Manfaat Penerapan IFRS

Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan mengatakan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus.
  1. Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK).
  2. Kedua, mengurangi biaya SAK.
  3. Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan.
  4. Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan.
  5. Kelima, meningkatkan transparansi keuangan.
  6. Keenam, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal.
  7. Ketujuh, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
     ”Pengalaman di Eropa, ada beberapa masalah yang muncul dalam implementasi IFRS, antara lain perencanaan waktu yang kurang matang dan kurangnya dukungan dari manajemen puncak,” tuturnya.

      Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Etty Retno Wulandari mengatakan, Indonesia perlu mengadopsi
IFRS karena sebagian besar negara di dunia sudah menganut standar akuntansi itu.
Dengan demikian, IFRS dapat meningkatkan perlindungan kepada investor pasar modal. ”Bapepam mewajibkan emiten dan perusahaan publik menyampaikan laporan keuangan ke Bapepam dan menyediakannya pada masyarakat. Laporan tersebut harus disajikan dengan standar akuntansi yang berkualitas tinggi,” ungkapnya.

Tujuan Pelatihan
1. Memahami arti pentingnya penerapan IFRS
2. Mamahami ruang lingkup dan konsep pokok IFRS
3. Memahami accounting treatment dalam IFRS
4. Memahami konsep reporting dan disclosure dalam IFRS
5. Memahami perbedaan antara IFRS dan PSAK dan konvergensi PSAK ke dalam IFRS
6. Mendalami Financial Analysis and Interpretation dalam IFRS dan perbandingannya dengan PSAK

Siapa yang Menjadi Peserta?
     Lokakarya ini diselenggarakan untuk staf / officer accounting dan finance yang ingin emiliki dasar pengetahuan yang luas mengenai best practices bidang accounting khususnya yang berkaitan dengan penerapan IFRS.

Metode Pelatihan
     Pelatihan menggunakan metode ceramah dalam memahami konsep, dan latihan/studi kasus dalam mendalami teknik aplikasinya. Serta para peserta akan membuat action plan, untuk menentukan rencana yang akan diterapkan setelah kembali ke dunia kerja


Daftar Pustaka : http://financeaccountingtraining.blogspot.com/search/label/Financial%20Reporting

Sejarah dan Perkembangan IFRS

Sejarah dan Gambaran Umum IFRS
Di era globalisasi ini banyak teknologi informasi yang semakin berkembang dan memudahkan untuk berinterkasi dan berkomunikasi satu dengan lainnya tanpa mengenal batas jarak.. Karena kemajuan teknologi tersebut mendorong kemudahan bagi manusia di seluruh dunia untuk berkomunikasi tanpa ada batas wilayah Negara atau biasa kita sebut globalisasi.
Dampak globalisasi yang semakin kuat dan berimbas kepada pasar pasar investasi membuat pihak yang terlibat berupaya untuk mempermudah dan menyeragamkan bahasa dalam berinvestasi (bahasa pelaporan keuangan dan standar keuangan). Standar pelaporan keuangan dan standar akuntansi haruslah standar yang dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat global. Sehingga diperlukan standar yang sama di seluruh dunia.
IAS dan IFRS adalah standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang merupakan produk IASC dan IASB. IFRS adalah produk IASB versi baru dan IAS adalah produk IASC versi lama. Selain itu terdapat pula International Financial Reporting Intrepretation Committee (IFRIC) dan Standing Intrepretation Committee (SIC). 

Manfaat Konvergensi IFRS Secara Umum
Manfaat dari konvergensi IFRS secara umum diantaranya adalah :
Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability).
Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global.
Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan antara lain, mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management.
 
Kerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan Berdasarkan IFRS
- Elemen Laporan Keuangan
1. Neraca
2. Laporan Laba Komperhensif
3. Laporan Perubahan Ekuitas
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
 
Kendala Adopsi Penuh IFRS di Indonesia
Ada 3 kendala dalam mengadopsi penuh IFRS: 
1. Kurang siapnya infrastuktur seperti DSAK sebagai Financial Accounting Standart Setter.

DSAK adalah perumus SAK yang ada di Indonesia. Pada prakteknya DSAK mendapatkan berbagaimacam kritik. Diantaranya adalah minimnya partisipasi dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam setiap exposure draft hearing PSAK yang baru akan diberlakukan. Padahal untuk dapat di “cap” kualitas generally accepted accounting principle / GAAP adalah harus melewati tahapan-tahapan yang diantaranya melibatkan seluruh stakeholeder yang terlibat.

       Selain itu status ketua dan anggota DSAK yang tidak bekerja full time membuat DSAK dipandang kurang begitu loyal dan independen. Dan yang memprihatinkan adalah belum ada satu peraturan pun yang memberikan mandate bagi DSAK untuk mengeluarkan SAK.

2.   Kondisi perundangan-undangan yang belum tentu sinkron dengan IFRS.

       Regulasi yang berkaitan dengan standar akuntansi dan pelaporan keuangan di Indonesia tidak begitu jelas. Terdapat banyak perundang-undangan yang kurang mendukung terhadap standar akuntansi dan pelaporan keuangan. Di dalam IAS 16, standar internasional memperbolehkan pengukuran aktiva tetap memakai revaluation model (ditahun berikutnya setelah aktiva di nilai berdasarkan nilai perolehannya. Perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat menerapkan revalution model (fair value accounting) dalam pencatatan PPE (Property, Plan, and Equipment) mulai tahun 2008 (asumsi bahwa PSAK 16 akan mulai efektif tahun 2008). Hal ini adalah perubahan yang cukup besar karena selama ini revalution model belum dapat diterapkan di Indonesia dan hanya bisa dilakukan jika ketentuan pemerintah mengijinkan.

3.    Kurang siapnya SDM dan dunia pendidikan di Indonesia

     IFRS hanyalah alat untuk mencapai kemudahan dalam berinvestasi. Yang akan menggunakan dan mengoptimalkan alat tersebut tidak lain tidak bukan hanyalah manusia itu sendiri meskipun akan sedikit di bantu dengan teknologi informasi. SDM di Indonesia haruslah dapat memahami dengan baik apa itu IFRS. Tentunya SDM-SDM yang berhubungan langsung dengan laporan keuangan baik praktisi, pemerintah, hingga akademisi.
       Salah satu kelemahan SDM Indonesia adalah kesulitan dalam menerjemahkan IFRS. Jadi dalam menerjemahkan dan memahami IFRS membutuhkan waktu yang tidak singkat. Padahal perubahan-perubahan di IFRS adalah sangat cepat, sehingga saat IFRS yang sudah selesai diterjemahkan terkadang IFRS yang tidak lagi berlaku. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Negara lain yang langsung mengambil teks asli IFRS tanpa menerjemahkannya terlebih dahulu.

Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam menerapkan IFRS di Indonesia :
NO
ISU
PERMASALAHAN
1
Revaluasi aktiva tetap, property, dan aktiva biologi tidak diakui sebagai bagian dari ekuitas. Revaluasi aktiva tidak hanya menaikan nilai aktiva, tetapi juga dapat menurunkan nilai aktiva yang belum atau pernah direvaluasi (IAS 16, IAS 38, IAS 40, dan IAS 41)
Apakah selisih dari revaluasi aktiva-aktiva tersebut dikenakan Pajak?
Apakah selisih dari revaluasi aktiva-aktiva tadi dapat dikonversikan menjadi saham?
2
Pemegang saham dikelompokan sebagai bagian dari pihak yang memiliki hubungan istimewa. Pemegang saham BUMN adalah Negara, sedangkan pemerintah adalah penyelenggara Negara. Dalam kasus BUMN, harus bias dibedakan saat kapan pemerintah bertindak sebagai pemegang saham dan sebagai regulator.
Dalam kasus BUMN, instansi pemerintah manakah yang digolongkan sebagai pihak yang memiliki hubungan istimewa?
3
IAS dan IFRS harus diterapkan secara konsisten dengan berlandaskan kepada Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statement.
IAS dan IFRS beresiko diterapkan sebagian-sebagian oleh perbankan dan lembaga keuangan berbasis syariah.
4
Dalam menentukan nilai wajar, prioritas utama ditekankan pada penggunaan harga pasar resmi aktiva yang dinilai
Tidak semua jenis aktiva memiliki harga resmi pasar. Jika IAS dan IFRS diterapkan secara penuh maka sebagian besar nilai wajar akan ditentukan menggunakan jasa konsultan penilai. Apakah konsultan penilai memahami benar IFRS?

Buruk Sangka Penerapan IFRS di Indonesia
Telah disebutkan bahwa perekonomian Indonesia adalah berasaskan kekeluargaan. Akan tetapi semakin ke depan perekonomian Indonesia adalah Kapitalis. Tidak bisa dipungkiri lagi kedigdayaan Negara barat (Negara capital) telah mempengaruhi seluruh pola hidup masyarakat indonesia dari kehidupan sehari-hari hingga permasalahan ekonomi. 
Padahal dalam pasal 33 ayat 1 yang berbunyi, “ Perekonomian disusun atas usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Disini secara jelas nampak bahwa Indonesia menjadikan asas kekeluargaan sebagai fondasi dasar perekonomiannya. Kemudian dalam pasal 33 ayat 2 yang berbunyi, “Cabang-cabang produksi yang bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”, dan dilanjutkan pada pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” dari bunyinya dapat dilihat bahwa dua pasal ini mengandung intisari asas itu. 
Akan tetapi dengan kemunculan konvergensi IFRS tersebut muncul buruk sangka bahwa ada golongan-golongan yang menginginkan keterbukaan yang amat sangat di dalam dunia investasi. Terutama keterbukaan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia dan makmur di Negara Indonesia. Hal tersebut tentu berseberangan dengan UUD pasal 33 tersebut. Terlebih lagi dengan adanya Undang-Undang Penanaman modal di tahun 2007 lalu maka semakin terlihat jelas bahwa ada indikasi untuk mengalihkan tanggung jawab pemerintah ke penguasa modal (kapitalis).
Hubungannya dengan IFRS adalah keseragaman global menjadi masyarakat mudah berburuk sangka bahwa pemegang kebijakan Akuntansi di Indonesia adalah kapitalisme dan mengesampingkan asas perekonomian Indonesia yang tercetak jelas di Undang-Undang. Dan dokterin penyeragaman ini dapat memunculkan indikasi miring bahwa Indonesia semakin dekat dengan sistem kapitalisme dan memudahkan investor asing untuk mengeruk kekayaan di Indonesia.

Daftar Pustaka:
http://akuntansiuny.blogspot.com